Dokter Meiti Muljanti saat di PN Surabaya. (Dok. Yana for mili.id).
Surabaya, mili.id - Seorang dokter spesialis patologi di National Hospital Surabaya menjalani sidang perdana kasus dugaan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Pengadilan Negeri (PN) setempat, Kamis (11/9/2025).
Dokter itu adalah Meiti Muljanti. Sementara korbannya adalah suaminya sendiri, Benjamin Kristianto yang merupakan anggota DPRD Jatim dari Partai Gerindra.
Baca juga: Arif Fathoni Digadang-gadang Maju Pilkada Kota Surabaya
Dalam sidang yang digelar di ruang Tirta PN Surabaya itu dibuka dengan pembacaan identitas Meiti sebagai terdakwa. Kemudian ketua majelis hakim Ratna Dianing menyinggung mengenai status tahanan.
"Tidak dilakukan penahanan ya," tanya hakim Ratna.
Meiti pun menjawab singkat.
"Iya, tidak ditahan, hanya wajib lapor," jawabnya.
Pada sidang itu, hakim Ratna juga mempersilahkan terdakwa kelahiran Bandung tersebut untuk memakai penasihat hukum untuk mendampingi dirinya selama sidang. Namun, Meiti menolak.
"Saya sidang sendiri saja," tegasnya.
Jaksa Penuntut Umum (JPU), Galih Inara Putra Intaran kemudian membacakan surat dakwaan. Ia menjelaskan, perkara itu bermula ketika Meiti datang menjenguk anaknya yang sedang sakit di Perumahan Taman Pondok Indah, Wiyung, Surabaya.
"Bahwa pada Senin, 7 Februari 2022 sekitar pukul 21.00 WIB, terdakwa datang menjenguk anaknya yang sedang sakit," kata Galih.
Kemudian pada pagi harinya, sekitar pukul 06.40 WIB, Meiti berada di dapur menyiapkan bekal sekolah untuk anaknya.
"Lalu pada 8 Februari 2022 sekitar pukul 06.40 WIB, terdakwa sedang memasak bekal di dapur. Saat itu, saksi korban Benjamin Kristianto datang menasihati terdakwa agar tetap tinggal di rumah untuk menjaga anak mereka yang sedang sakit. Terjadi perdebatan antara keduanya," jelas Galih.
Saat terjadi cekcok antara suami-istri itulah emosi pun seketika memuncak.
Baca juga: HUT Golkar Launching Rumah Aspirasi Di Surabaya, Wadah Baru Serap Suara Rakyat
"Terdakwa lalu mencipratkan minyak panas ke arah wajah dan tubuh korban," bebernya.
Menurut Galih, aksi berlanjut dengan kekerasan fisik.
"Dengan alat capit penggorengan, terdakwa memukul korban hingga mengenai lengan kiri dan tangan kanan korban," tambahnya.
Tak berhenti di situ, Meiti juga mencekik leher Benjamin dan menarik telinga kirinya.
"Akibat perbuatan itu, korban mengalami luka memar dan berdarah di jari tangan kanan, serta luka memar dan lecet di siku lengan kiri," kata Galih, sambil membacakan hasil visum dari RS Wiyung Sejahtera.
Ia menegaskan, luka-luka korban diduga akibat benturan benda tumpul dan cakaran kuku. Karena itu, Galih menyatakan perbuatan Meiti dinilai memenuhi unsur kekerasan dalam rumah tangga.
"Terdakwa dan korban masih berstatus suami-istri serta tinggal satu rumah. Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana Pasal 44 ayat (1) dan Pasal 44 ayat (4) UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT," tegas Galih.
Usai dakwaan dibacakan, Meiti sempat menyatakan keberatan. Ia menyoal pencantuman pasal 44 ayat (4) dalam surat dakwaan. Hakim Ratna menanggapi dan menjelaskan dengan tenang.
"Ibu begini ya, kalau soal itu nanti pak jaksa yang membuktikan. Keberatan itu hanya soal administrasi, seperti identitas, lokasi pengadilan," katanya.
Mendengar penjelasan hakim Ratna, Meiti pun kemudian bisa memahami. Meiti tidak akan mengajukan eksepsi atau keberatan atas surat dakwaan.
Sidang kemudian ditutup dan akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi.
Usai persidangan, Meiti tidak banyak memberi komentar saat ditanya terkait perkara yang menjeratnya.
"Nanti saya dikira mendahului. Nanti saja," ungkapnya.
Editor : Zain Ahmad

 
                                                










